Sunday, March 18, 2012

Tulang Rusuk Tak Kan Pernah Tertukar (di copy dari catatan seorang sahabat)

“ana akan ta’aruf dengan ukhti beberapa tahun lagi, ketika ukhti sudah lulus”

“untuk apa antum katakan itu skrg akhi?... Jika belum siap adalah jawabannya, lalu mengapa harus antum katakan rencana tersebut pada saya? Tak tahu kah antum, kalimat itu menggoyahkan kekokohan iman yang susah payah saya bangun.”

Ketika antum mengatakan: “ana ingin jaga hati ana untuk ta’aruf dengan ukhti nanti”

“Lantas, apakah dengan antum berkata seperti itu, lalu prilaku antum yang sering menelfon saya itu tidak berarti mengotori hati?.

Antum memang sudah seharusnya menjaga hati, hingga tiba saatnya nanti untuk antum berikan seutuhnya kepada wanita yang berhak.”
Ketika antum mengatakan: “hati hati, di sana.. jaga diri baik baik..” “Bukannya saya tidak suka diperhatikan dan dijaga, tapi cukuplah Allah yang akan menjagaku..Bukankah Allah adalah sebaik-baik Pelindung?”

Ketika antum mengatakan: “ana harap ukhti tidak ta’aruf dengan orang lain sebelum ana”
“Saya tidak bisa menjanjikan apapun, karena saya tidak tau apa yang akan terjadi nanti..”

Sebuah ibroh, Wahai akhwat, jika datang kepadamu laki-laki baik-baik yang melamarmu, maka bisa jadi dialah pangeranmu. Wahai ikhwan, jika gadis pujaanmu telah dikhitbah laki-laki lain, maka ikhlaskanlah. Bisa jadi dia bukanlah bidadarimu.

"Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk yang keji pula dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji, sedangkan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik juga diperuntukkan bagi perempuan-perempuan yang baik….” (QS.24:26)"

Maka jika nantinya kita tidak berjodoh, mungkin saya tak cukup baik untukmu, pasti ada wanita lain yang lebih baik untukmu.. Dan yakinlah, jika memang aku adalah pasangan dari tulang rusukmu, maka tanpa antum minta untuk tidak ta’aruf dengan orang lainpun, saya akan tatap menjadi pendampingmu...

Karena saya yakin TULANG RUSUK TAKKAN TERTUKAR

(Sebuah catatan dari seorang sahabat)


Ijinkan Aku Pergi Memilih Jalan Ini…

By Ida Fitria

Tatapan itu seperti ku kenal, , ,
Sampai terukir sebuah senyuman dan ku panggil untuk memastikan,,,
Dia meletakkan sebuah amplop di meja ku kemudian mengangguk sambil menyebutkan namanya, “iya, SB buk”. Meski tersenyum, matanya bersinar seperti ada suatu keraguan yang disembunyikan dan menyimpan rasa yang bercampur aduk tetapi dibungkus rapi dengan ketenangan sikapnya. Meski ragu dia akan menurut atau tidak, aku minta untuk duduk di sampingku dan kutanyakan, “kenapa disini?”. Dengan polos dia menjawab, “lari dari Asrama buk”.

Ya, dia salah satu anak didik di tempat ku bekerja yang kabur dari asrama dan kembali melukis hidupnya di jalanan dengan amplop ajimatnya. Lirih rasanya melihat adik yang selama ini ku lihat telah memakai seragam tetapi memilih untuk kembali ke dunianya lagi. Dia terus tersenyum tetapi tak kutemukan raut kebahagiaan dalam binar mukanya. Bahasa tubuhnya seperti mengatakan, aku terpaksa kembali ke dunia ku karena disini aku lebih tenang tanpa kekangan, aku lebih bahagia disini.

Apa yang sebenarnya yang ada dalam pikirannya, memilih berjalan dari café ke café dimulai dari Darussalam sampai Seutui hanya bertapak kaki sampai jam 12 malam dan???
Tanpa memikirkan makan yang penting dapat uang,
Tanpa sempat mandi yang penting memiliki tabungan,
Apa yang sebenarnya dia pikirkan memilih lari dari Asrama yang menyediakan makanan, jajan, fasilitas sekolah dan meninggalkan sejumlah tabungan disana serta semua pakaian yang tak sempat dibawanya???
Apa yang dia fikirkan dengan mengumpulkan banyak uang dari jalanan tapi tidak dinikmatinya???

Mukanya yang agak malu dan terus tersenyum segera berubah ketika ada sebuah suara dari pelayan café, “dia bohong tu kak, jangan percaya, tu kawannya di depan nunggu pasti udah digigit nyamuk”. Aku membaca sebuah guratan kekesalan dan kemarahan yang muncul spontan bahwa yang dikatakan itu salah dan dia juga bisa jujur, tidak selamanya dia berbohong dan juga membutuhkan kepercayaan.
Dan, aku percaya dia…ceritanya…perasaannya…pikirannya…

Sepiring makanan yang aku pesan terasa tidak terlalu dinikmatinya dengan hati tenang. Namun, dia mulai bercerita segalanya dengan raut wajah riang tetapi hanya untuk menutupi kegelisahannya. Terkadang dia bercerita begitu bersemangat. Sebenarnya telah sesak dadaku melihat ekspresinya, ingin ku katakana kalau kau ingin menangis, menangis lah.

Ku bujuk dia untuk kembali ke Asrama dan meninggalkan kebiasaan ini, tetapi tak terlihat satu keyakinan dan janji pasti bahwa dia akan sanggup meninggalkan aktivitasnya dan memilih untuk kembali ke Asrama yang penuh aturan. Uang tabungannya selama ini sudah dihabiskan untuk HP second yang baru saja dibeli tadi sore, tetapi malam itu sama sekali tidak bisa dihidupkan lagi. Dia tidak tahu apa-apa, tidak bisa memeriksa, tetapi uang 300 ribu telah melayang, entah akan kembali atau tidak.

Telah banyak ku berkata, kawan sejawat ku ikut menasehatinya tetapi sangat berat baginya untuk menyeimbangkan perasaannya yang sebenarnya dengan kenyataan hidup yang dipilihnya. Akhirnya, kami pulang dan ku susul langkah kaki kecilnya menuju pintu gerbang sambil ku panggil namanya untuk yang terakhir kalinya. Saat itulah kulihat matanya mulai berkaca-kaca dan terbendung air mata. Ku usap bahunya, dan ku katakan perasaanku kemudian membiarkan dia pergi kembali menapaki hidup yang telah dipilihnya. Ingin kulakukan banyak hal, tetapi aku tidak bisa melakukan apa-apa karena ini pilihan hidup yang telah diputuskannya. Dengan muka yang masih dipaksa untuk tersenyum dia mengatakan, “terimakasih buk” dan langsung membalikkan badannya. Ku langsung menoleh ke arah lain, tak kulihat ternyata dia mengusap air matanya yang sudah tak tertahankan. Itu menjawab semua isi pikiran dan perasaannya sebernarnya. Ku lepaskan dia pergi dengan sangat berat dan perasaan lirih di hati, kembali pergi menapaki jalan raya itu….
Entah menuju kemana, tidur dimana, makan dimana, , ,
Aku tak tahu…
Aku hanya bisa menahan sesak di dada tanpa bisa melakukan apa-apa…

Selamat jalan adikku, semoga malaikat menjagamu…
Banda Aceh, 30 juli 2010 at 08.15 pm (MU café)


 


31 juli 2010
["dia kembali ke asrama jam 10 pagi sampai sekarang  masih disana, subhanallah. trimakasih ya Allah. tdak sia2 pertemuan itu"]

Wednesday, March 14, 2012

Tiba-Tiba Teringat "JAMPOK"

Thursday, 15 March 2012 ; 8.11 Am

Jampok [Aceh] is Burung Hantu [Indonesia] or Owl [English], a kind of bird which awakes and works at night and sleeps at the day. Jampok in Acehnese understanding has a different and unique meaning, Jampok is called to person who really love to praise him/herself, always think she or he is the best in this world and actually he/she has nothing. This word is used for formal, serious, informal or kidding term. You can smile when got this word, you can laugh, angry, or everything… ^^ Such a funny story, but I like it, so be ware if some Acehnese say to you, “Bek Lagee Jampok Beh”… ^^ :D

*Full story about this philosophy just can be access in Indonesia and Aceh language ..^_*


Akhir-akhir ini selama mulai bergelut dengan tulisan-tulisan ilmiah dan harus menukar alarm biological untuk tidur di siang hari dan bangun dimalam hari, tiba-tiba jadi teringat “Jampok”. Kata-kata ini merupakan kata yang paling familiar bagi orang Aceh pada umumnya. Selanjutnya istilah jampok bukanlah sekedar untuk menggambarkan bekerja/bangun di malam hari dan tidur di siang hari, namun ada filosofi yang lebih menarik dan unik untuk sebutan, “Bek Lagee Jampok Beh” !!!

Orang Aceh sangat suka dengan kata-kata ini. Bek lagee jampok artinya, jangan merasa kalau dirinyalah yang paling hebat, atau jangan suka memuji diri. Kata-kata ini juga dipakai dalam sapaan, candaan, bahkan mungkin kritikan. Tapi seringnya kata ini di alihkan maknanya untuk case ringan-ringan saja lah. Dulu saya pernah mendengar kisah ini dari cerita-cerita nenek, tapi sekarang jadi lupa semuanya. Hmm.. harusnya cerita seperti ini tetap diperbaharui dan diingat sebagai khasanah sejarah budaya bangsa, ini merupakan filosofi yang menarik dalam penggunaan istilah bahasa. Mulai penasaran lagi dengan asal mula istilah ini, sayapun mencari beberapa sumber untuk mendiskripsikan kembali mengapa orang yang suka memuji dirinya sendiri disebut “JAMPOK”..

Ternyata, istilah ini diawali dengan cerita ke”Nabian di masa lalu. Dalam sebuah Hikayat Aceh yang berujudul “Aneuk Jampok” kita bisa menemukan Riwayat Nabi Sulaiman yang perjalanannya yang dibawa angin seperti dalam cuplikan ini (sumber terlampir):

Nibak Siuroe Nabi Jak Meu en, Ka dengon angen jak keulileng donya.


Lalu kemudian Nabi Sulaiman memanggil semua burung.


Sulaiman neuheuy sigala ciceem, Toeh siri kateem lon bouh keu raja.


Tiba-tiba tanpa ada yang menyuruh hana kom hana salam langsung saja Jampok (Burung Hantu), menyodorkan anaknya agar diangkat menjadi Raja oleh Nabi Sulaiman seperti berikut:


Seuot Po Jampok Hai Teungku Ampon, Nyoepat Sigam long neuboh keuraja

Seubab Sigam long rupa that ceudah, Lagi ngen hebat ngen bulee mata

Mata jih bulat babah meukuweit, Cukop meusaheet Sigam keuraja


Begitu Jampok meyakinkan Nabi Sulaiman dengan sikap pujoe droe (memuji diri sendiri) tanpa malu, sementara beberapa burung lain hanya bisa terdiam dan belum mengeluarkan pendapat mereka. Tiba-tiba Seekor Beurujuk Balee bersuara lantang dan menolak mentah-mentah Sodoran calon dari Sang Jampok yang tidak tahu malu itu.


Teuma Ji seuout Beurujuk Balee, Han kuteem dikee jampouk keu raja

Hana meusoe-soe ka tajak lakee, Golom meuteuntee tajak peutaba


Kemudian Tok-tok Beuragoe juga dengan dengan tegas dan menolak mentah-mentah ajakan Jampok dan dengan sangat arif dan sangat rendah diri.

Lheuh nyan Ji seuout Tok-tok beuragoe, Hana meusoe-soe taboh keu Raja

Tok-tok Beuraghoe ,walaupun dirinya memenuhi syarat dengan sangat santun mengatakan bahwa dirinya walau punya kekuatan namun tidak pernah dan berani meminta agar dirinya ditunjuk menjadi Raja.


Seudangkan dilon Keupiah Beusoe, Hantom siuroe lakee keu Raja.


Begitu ungkap Tok-tok Beuragoe dengan tegas

Ciceem Tiong yang sedari tadi menyimak pembicaraan hanya bisa grop-grop lambong (meloncat-loncat kegirangan) sembil bertepuk dada pertanda bercanda. Berujok Balee hanya bersorak-sorak saja disamping Tiong sambil mengejek Jampok, sementara Ciceem Peureuleeng usil mematuk mata Aneuk Jampok, karena dinilai Jampok teralulu percaya diri, memuji anaknya sendiri dengan mengatakan bahwa, matanya lebih indah disbanding burung lain, padahal matanya cukup mengerikan

Lalu pertemuan burung itu berubah menjadi kirouh (ribut), kemudian Nabi Sulaiman mendamaikan kembali sambil tersenyum ramah, Jampok tersipu malu karena usulannya ditolak langsung oleh beberapa burung lainnya.

Full paper “Hikayat Aneuk Jampok” akses di http://sastrawansamudrapasai.wordpress.com/2011/08/03/etika-memilih-pemimpin-ala-ciceem-telaah-hikayat-aneuk-jampok/


So Guys, “Bek Lagee Jampok” beh… :p

Info tambahan, di Malaysia terdapat jenis burung ini yang sebutannya “Jampok Kubur”

In India or Pakistan disebut “Ullu” [Istilah ini juga sering terdengar dalam bahasa Aceh, apa artinya ya???]


Beberapa gambar jampok

dimulai dari Jampok gampong sampai Jampok kota, Jampok Aceh, jampok ramah, Jampok Indonesia, Jampok Malaysia, berikut foto modelnya :




t

Thursday, January 12, 2012

Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional Terhadap Penurunan Kecemasan Sosial pada Anak Jalanan di Panti Asuhan

Skripsi

IDA FITRIA

Syarifah Faradina, M. Psi., Psikolog

Kartika Sari, M. Psi., Psikolog


Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Syiah Kuala

BANDA ACEH-INDONESIA, July 2011

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh menulis pengalaman emosional terhadap penurunan kecemasan sosial pada anak jalanan yang tinggal di panti asuhan. Menulis pengalaman emosional atau menulis peristiwa yang penuh tekanan (stresfull event) menghasilkan kesehatan fisik, kesejahteraan subjektif, dan tingkah laku adaptif tertentu. Kecemasan sosial itu sendiri merupakan perasaan yang dirasakan seseorang sebagai salah satu respon dari kondisi negatif dan suatu situasi yang dirasakan tidak nyaman pada pengalaman tertentu ketika beriteraksi dengan orang lain.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen-kuantitatif menggunakan one groups pretest-posttest design dengan subjek penelitian sebanyak 20 orang. Subjek penelitian adalah anak jalanan yang tinggal di panti asuhan, berusia antara 13-16 tahun. Instrumen yang dipakai adalah skala kecemasan sosial SKS-R (Skala Kecemasan Sosial Remaja).

Hasil analisis data menunjukkan nilai p = 0,003 (p<0,01) dan penurunan kecemasan sosial sebesar 5,2 dari nilai range mean pada saat pre-post-test. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan menulis pengalaman emosional secara signifikan dapat menurunkan kecemasan sosial. Penurunan yang lebih signifikan terjadi pada subjek dengan skala kecemasan sosial berat, yaitu sebesar 12,8 sedangkan pada subjek dengan skala kecemasan sosial sedang, hanya mengalami penurunan sebesar 5,6. Maka pemberian perlakuan menulis pengalaman emosional dapat mereduksi kecemasan sosial terutama bagi mereka dengan skala kecemasan sosial yang berat.

Keywords : Menulis Pengalaman Emosional, Kecemasan Sosial, Anak Jalanan, Panti Asuhan

Thursday, January 27, 2011

Psikologi & Islam

By Ida Fitria

Psikologi dan Islam adalah suatu hal yang berbeda, namun jika dikaji lebih dalam maka akan kita temukan hubungan yang sangat erat antara keduanya. Hal ini hampir sama halnya jika kita akan menghubungkan psikologi dengan hukum (psikologi forensik), akan ada banyak pertentangan antar kedua. Salah satu permasalahan yang paling mendasar adalah hukum (baik hukum islam atau hukum pemerintahan, UUD, dsbg) merupakan sesuatu yang pasti sedangkan psikologi merupakan sesuatu yang sangat abstrak.

Berdasarkan pemahaman penulis tentang psikologi dan nilai keislaman maka terdapat dinamika yang sangat luar biasa dan sangat indah jika kita mampu mencari selah dan jalur antar keduanya.

Psikologi adalah limu yang selalu memberikan kesempatan untuk alasan dan sebab seseorang berperilaku dan mengkaji dinamikanya dengan sangat psikologis. Akan ada sejuta “pemakluman” dan “memahami” setiap keadaan sehingga tidak ada yang salah dan benar. Hal ini, sangat berbeda dengan hokum Islam yang telah mengatur beragam ketetapan yang tidak boleh dilanggar dengan alasan apapun. Secara teoritis dan definisinya, memang tidak akan ada korelasi yang positif antar keduanya. Namun, jika kita mengkaji dinamika kedua ranah ini secara mendalam maka akan ada hubungan yang sangat erat antar keduanya.

Dalam Islam dikenal dua jenis ibadah, “habblumminallah” dan ”hablumminannas” yaitu peribadahan kita secara vertical (dengan sang Khalik) dan ibadah secara horizontal (dengan sesama manusia dan makhluk Allah). Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memprioritaskan pola hubungan antar manusia dengan mengharuskan umatnya terus menjalin dan menjaga hubungan baik antar sesama, salah satunya dalam bentuk silaturrahmi. Psikologi mengajarkan bagaimana manusia berperilaku dan memahami orang lain serta sangat menekankan pentingnya empaty. Hal ini sangat berkorelasi dengan ajaran Islam yang merupakan dasar ke-Islaman seseorang untuk mengabdi dan menunaikan kebajikan kepada sesama manusia. Ini merupakan bagian dasar dan utama salah satu jalan untuk mencari hubungan antara psikologi dan Islam.

Selain itu dalam materi ciri-ciri kesehatan mental yang menjadi dasar Ilmu psikologi mengatakan bahwa orang yang sehat adalah orang yang mampu :

-menerima diri apa adanya

-mengetahui potensi diri

-menerima keterbatasan diri

-menjaga dan menjalin interaksi sosial dengan baik

-optimis

-menilai sesuatu secara objektif

-positive thingking

Dalam Islam, hal utama yang sangat harus kita jaga adalah “hati”. Segala komponen kesehatan mental yang dimaksud adalah wujud lain dari “penghindaran penyakit hati” yang dimaksud dalam Islam. Islam mengajarkan bahwa manusia yang bersih hatinya akan dekat dengan Sang Khalik dan mustajabah doa’a. Penyakit hati yang dimaksud adalah iri, dengki, dendam, ujub, ria, dan takkabur.

Berikut korelasi antar keduanya :

Y Menerima diri apa adanya adalah salah satu sifat yang dianjurkan dalam Islam, disebut dengan “Qanaa’h”

Y Mengetahui potensi diri juga wujud dari penyadaran dan rasa syukur terhadap karunia Allah.

Y Menerima keterbatasan diri adalah salah satu cara kita menghindari diri dari perasaan “ria, ujub dan takkabur” dan merupakan bentuk keikhlasan yang dimaknai dalam “Takdir atau Qadha dan Qadar”

Y Menjaga interaksi sosial merupakan wujud “silaturrahmi” yang merupakan sunnah Rasul.

Y Optimis dan positif thinking adalah wujud lain dari penghindaran sifat iri, dengki, dan dendam.

Kedua pembahasan ini hanya bagian kecil dari korelasi yang dapat disajikan penulis dalam bentuk tugas yang singkat. Sebenarnya masih ada penjelasan panjang untuk menggambarkan hubungan indah ini.

Jadi, kesimpulannya antara psikologi dan Islam memiliki prinsip yang berbeda namun pelaksanaannya dan tujuannya adalah sama. Penulis memiliki argument bahwa, jika seseorang memahami psikologi dan Islam dengan baik maka ilmu psikologi yang didapat akan menyatu dengan nilai Islam yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang lalai dengan objektifitas dan psikologi maka dia bisa meninggalkan agamanya, karena semuanya serba bisa “ditolerir” atau “dimaklumi” sedangkan dalam Islam, yang salah tetap salah dan yang benar tetap benar. Hanya Allah yang tahu dan menilai. Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang dipilih dan dijaga hatinya. Amieeen…. :)

Sunday, July 12, 2009

LOGOTERAPY FRANKL


Temukan Arti Hidup


Ø Orang yang Mengatasi Diri


Victor E. Frankl adalah seorang neuro-psikiater kelahiran Wina, Austria yang berhasil selamat keluar dari kamp konsentrasi maut Nazi melalui usahanya untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan hidup bermakna (the will to meaning). Ternyata harapan untuk hidup bermakna dapat dikembangkan dalam berbagai kondisi, baik dalam keadaan normal, maupun dalam penderitaan (suffering), misalnya dalam kondisi sakit (pain), salah (guilt), dan bahkan menjelang kematian sekalipun.

Dari pengalaman hidupnya, Frankl belajar bahwa manusia dapat kehilangan segala sesuatu yang dihargainya kecuali kebebasan manusia yang sangat fundamental yaitu kebebasan untuk memilih suatu sikap atau cara bereaksi terhadap nasib kita, kebebasan untuk memlilih cara kita sendiri. Apa yang berarti dalam eksistensi manusia, bukan semata-mata nasib yang menantikan kita, tetapi bagaimana cara kita menerima nasib itu. Frankl percaya bahwa arti dapat ditemukan dalam semua situasi, termasuk penderitaan dan kematian. Frankl berasumsi bahwa hidup ini adalah penderitaan, tetapi untuk menemukan sebuah arti dalam penderitaan maka kita harus terus menjalani dan bertahan untuk tetap hidup. Frankl menyatakan pentingnya dorongan dalam mencari sebuah arti untuk eksistensi manusia sebagai suatu sistem, yang kemudian disebut logoterapy. Logoterapy kemudian menjadi model psikoterapinya.

Ø Pendekatan Frankl Terhadap Kepribadian

Pandangan Frankl tentang kesehatan psiokologis berorientasi pada pemahaman seseorang terhadap arti atau kebermaknaannya. Hal tersebut sesuai dengan makna dari sistemnya; Logoterapi berasal dari kata logos yang telah diadopsi dari bahasa Yunani dan berarti "makna" (meaning) dan juga "ruhani" (spirituality). Logoterapi didasari pada filsafat hidup dan insight mengenai manusia yang mengakui adanya hal-hal yang spiritual, selain masalah fisik, psikologis dan sosial pada eksistensi manusia. Penekankannya terdapat pada makna hidup dan kehendak untuk hidup bermakna sebagai potensi manusia serta teknik-teknik terapeutic khusus untuk menemukan arti tersebut dalam kehidupan.


Logoterapi dibangun diatas tiga asumsi dasar yang satu sama lain saling mempengaruhi, yaitu :

· kebebasan bersikap dan berkehendak

Frankl sangat menantang pendekatan-pendekatan psikologi/psikiatri yang menyatakan kondisi manusia dipengaruhi dan ditentukan oleh insting-insting biologis atau konflik masa kanak-kanak atau sesuatu kekuatan dari luar lainnya. Menurut Frankl meskipun kondisi luar tesebut mempengaruhi kehidupan, namun individu bebas memilih reaksi dalam menghadapi kondisi-kondisi tersebut. Manusia memang tidak akan dapat bertahan dan mampu menghilangkan kekuatan-kekuatan luar tersebut, tetapi bebas memilih sikap untuk menghadapi, merepson dang menangani kekuatan tersebut. Manusia harus menghargai kemampuannya dalam mengambil sikap untuk mencapai kondisi yang diinginkannyaManusia tidak sepenuhnya dikondisikan dan ditentukan oleh lingkungannya, namun dirinyalah yang lebih menentukan apa yang akan dilakukan terhadap berbagai kondisi itu. Dengan kata lain manusialah yang menentukan dirinya sendiri.


· kehendak untuk hidup bermakna

Kehendak akan arti kehidupan maksudnya kebutuhan manusia untuk terus mencari makna hidup untuk eksistensinya. Semakin individu mampu mengatasi dirinya maka semakin ia mengarah pada suatu tujuan sehingga ia menjadi manusia yang sepenuhnya. Arti yang dicari tersebut memerlukan tanggung jawab pribadi karena tidak seorangpun bisa memberikan pengertian dan menemukan maksud dan makna hidup kita selain diri kita sendiri. Dan itu merupakan tanggung jawab masing-masing pribadi untuk mencari dan menemukannya. Menurut Frankl keinginan untuk hidup yang bermakna ini merupakan motivasi utama yang tedapat pada manusia untuk mencari, menemukan dan memenuhi tujuan dan arti hidupnya.


· makna hidup

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang selalu berusaha untuk memaknai hidupnya. Pada beberapa orang, pencarian makna hidup bisa berakhir dengan keputusasaan. Keputusasaan dan kehilangan makna hidup ini merupakan neurosis, dan Frankl menyebut kondisi ini noogenic neurosis. Sebutan itu bermakna bahwa neurosis ini berbeda dengan yang disebabkan oleh konfliks psikologis dalam individu. Noogenic neurosis menggambarkan perasaan tidak bermakna, hampa, tanpa tujuan dan seterusnya. Orang-orang seperti ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum). Tetapi Frankl mengatakan bahwa kondisi tersebut lumrah terjadi di zaman modern ini. Frankl menganggap bahwa makna hidup itu bersifat unik, spesisfik, personal, sehingga masing-masing orang mempunyai makna hidupnya yang khas dan cara penghayatan yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lainnya.

Salah satu indikator ketidak bermaknaan hidup adalah rasa bosan. Orang-orang yang merasa bosan dan merasa bodoh terhadap noogenic neurosis disebabkan oleh :

  1. Kehilangan instink-instink alamiah untuk berhubungan dengan alam
  2. Merasa adat kebiasaan, tradisi, dan nilai-nilai untuk menentukan tingkah laku sehingga seakan ada yang mengatur langkah hidupnya

Ø Kodrat Eksistensi Manusia yang Sehat

Hakikat dari eksistensi manusia terdiri dari tiga faktor, yaitu

Spiritualitas

  • Merupakan suatu konsep yang sulit dirumuskan namun tidak dapat direduksikan dan tidak dapat diterangkan dengan bentuk-bentuk yang bersifat material, kendatipun spiritual dapat dipengaruhi oleh dimensi kebendaan. Namun tetap saja spiritualitas tidak dapat disebabkan ataupun dihasilkan oleh hal-hal yang bersifat bendawi tersebut. Istilah spiritual ini dapat disinonimkan dengan istilah jiwa
  • Manusia tidak dapat didikte oleh faktor-faktor non-spiritual seperti instink, kondisi spesifik, atau lingkungan

Kebebasan

  • Kebebasan tidak dibatasi oleh hal-hal yang bersifat non spiritual, oleh insting-insting biologis, apalagi oleh kondisi-kondisi lingkungan
  • Manusia dianugerahi kebebasan oleh penciptanya, dan dengan kebebasan tersebut ia diharuskan untuk memilih bagaimana hidup dan bertingkah laku yang sehat secara psikologis
  • Individu yang tidak tahu bagaimana cara memanfaatkan kebebasan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, adalah individu yang mengalami hambatan psikologis atau neurotis. Individu yang neurotik akan menghambat pertumbuhan sekaligus pemenuhan potensi- potensi yang mereka miliki, sehingga akan mengganggu perkembangan sebagai individu secara penuh.

Tanggung Jawab

  • Individu yang sehat secara psikologis menyadari sepenuhnya akan beban dan tanggung jawab yang harus mereka pikul dalam setiap fase kehidupannya, sekaligus menggunakan waktu yang mereka miliki dengan bijaksana agar hidup dapat berkembang ke arah yang lebih baik.
  • Kehidupan yang penuh arti sangat ditentukan oleh kualitasnya, bukan berapa lama atau berapa panjang usia hidup.
  • Keberadaan manusia akan menjadi sehat dan efektif jika faktor-faktor tersebut di atas dapat terealisasikan dengan baik dan benar dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh individu.

Ø Dorongan Kepribadian yang Sehat

Frankl (dalam Schultz, “Psikologi Pertumbuhan”, 1991) menyatakan bahwa dalam menemukan makna hidup tidak terlepas dari realisasi nilai-nilai. Nilai-nilai itu tidak sama bagi setiap orang, dan berbeda dalam setiap situasi. Nilai-nilai itu senantiasa berubah dan fleksibel agar dapat beradaptasi dengan beragam situasi di mana individu dapat menyadari kemampuan yang dimilikinya.

Nilai-nilai yang mendasar bagi manusia dalam upaya menemukan makna hidupnya, menurut Frankl adalah:

  • Nilai-nilai Daya Cipta (Kreatif) ; nilai-nilai kreatif ini biasanya terealisasi dalam bentuk aktivitas yang kreatif dan produktif, biasanya terkait dengan suatu bidang pekerjaan. Meski begitu, nilai-nilai kreatif dapat diterapkan di semua bagian kehidupan. Makna hidup akan diberikan melalui karya-karya nyata, tidak harus berupa hal-hal yang bersifat materi atau fisik, mungkin saja dengan ide, ataupun dengan jasa yang diberikan kepada orang lain.
  • Nilai-nilai Pengalaman ; nilai-nilai pengalaman adalah apa-apa saja yang diperoleh manusia dalam rentang waktu kehidupannya, misalkan penemuannya akan suatu kebenaran, keindahan, cinta, kasih sayang, caci maki, atau bahkan sumpah serapah. Ada kemungkinan bagi manusia untuk menemukan kebermaknaan hidup dengan mengalami berbagai sisi kehidupan secara intensif, walaupun individu tersebut tidak melakukan sesuatu yang positif atau berarti.
  • Nilai-nilai Bersikap ; merupakan sikap yang ditunjukkan oleh manusia terhadap segala kemungkinan atau kondisi yang tidak sanggup diubahnya, seperti penyakit, kesulitan, atau kematian. Kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, yang sangat potensial untuk menimbulkan tekanan psikologis bagi individu, seperti stres, kesedihan, bahkan keputusasaan, sebenarnya membuka kesempatan yang sangat luas bagi individu untuk dapat menemukan makna hidupnya. Apabila dihadapkan pada kondisi sedemikian, maka satu-satunya cara terbaik dan paling rasional untuk dilakukan adalah dengan menerima keadaan tersebut dengan lapang dada.

Dengan memasukkan ketiga nilai tersebut sebagai cara memberi arti dalam kehidupan, Frankl memberi satu harapaan bahwa setiap kejadian baik itu senang atau susah mempunyai maksud dan makna berharga bagi kehidupan. Kehidupan akan terus berlanjut dengan baik tergantung sejauh mana kita menyadari kewajiban terhadap nilai-nilai yang ada dalam kehidupan. Orang-orang yang menemukan makna dalam kehidupannya aka mencapai transedensi-diri.

Ø Kodrat Orang yang Mengatasi-Diri

Frankl (dalam Schultz, “Psikologi Pertumbuhan”, 1991) percaya bahwa asumsinya sesuai dengan pandangan Maslow bahwa cara yang paling baik mengaktualisasikan diri adalah berkomitmen terhadap suatu kewajiban dan hal-hal lain diluar diri. Menurut Frankl (dalam Schultz, “Psikologi Pertumbuhan”, 1991) menjadi sehat secara psikologis adalah bergerak ke luar dari focus diri mengatasinya, menyerapi dalam arti dan tujuan seseorang. Maka dengan demikian diri akan mencapai self-fullfillment dan diaktualisasikan secara spontan dan wajar.

Karakteristik orang-orang yang memiliki kepribadian yang sehat dikemukakan Frankl (dalam Schultz, “Psikologi Pertumbuhan”, 1991) dalam hakikat-hakikatnya untuk :

  • Bebas memilih langkah mereka sendiri
  • Bertanggung jawab terhadap lingkungannya
  • Tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar, seperti instink biologis atau konflik masa lalu
  • Menemukan makna hidup yang sesuai dengan dirinya
  • Sadar untuk terus mengontrol kehidupan mereka
  • Mampu mengungkapkan nilai-nilai kreativitas, pengalaman, dan sikapnya
  • Mengendalikan dan memusatkan perhatian terhadap diri


Referensi

Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yokyakarta : KANISUS