By Ida Fitria
Tatapan itu seperti ku kenal, , ,
Tatapan itu seperti ku kenal, , ,
Sampai terukir sebuah senyuman dan ku panggil untuk memastikan,,,
Dia
meletakkan sebuah amplop di meja ku kemudian mengangguk sambil
menyebutkan namanya, “iya, SB buk”. Meski tersenyum, matanya bersinar
seperti ada suatu keraguan yang disembunyikan dan menyimpan rasa yang
bercampur aduk tetapi dibungkus rapi dengan ketenangan sikapnya. Meski
ragu dia akan menurut atau tidak, aku minta untuk duduk di sampingku dan
kutanyakan, “kenapa disini?”. Dengan polos dia menjawab, “lari dari
Asrama buk”.
Ya, dia salah satu anak didik di tempat ku
bekerja yang kabur dari asrama dan kembali melukis hidupnya di jalanan
dengan amplop ajimatnya. Lirih rasanya melihat adik yang selama ini ku
lihat telah memakai seragam tetapi memilih untuk kembali ke dunianya
lagi. Dia terus tersenyum tetapi tak kutemukan raut kebahagiaan dalam
binar mukanya. Bahasa tubuhnya seperti mengatakan, aku terpaksa kembali
ke dunia ku karena disini aku lebih tenang tanpa kekangan, aku lebih
bahagia disini.
Apa yang sebenarnya yang ada dalam
pikirannya, memilih berjalan dari café ke café dimulai dari Darussalam
sampai Seutui hanya bertapak kaki sampai jam 12 malam dan???
Tanpa memikirkan makan yang penting dapat uang,
Tanpa sempat mandi yang penting memiliki tabungan,
Apa
yang sebenarnya dia pikirkan memilih lari dari Asrama yang menyediakan
makanan, jajan, fasilitas sekolah dan meninggalkan sejumlah tabungan
disana serta semua pakaian yang tak sempat dibawanya???
Apa yang dia fikirkan dengan mengumpulkan banyak uang dari jalanan tapi tidak dinikmatinya???
Mukanya
yang agak malu dan terus tersenyum segera berubah ketika ada sebuah
suara dari pelayan café, “dia bohong tu kak, jangan percaya, tu kawannya
di depan nunggu pasti udah digigit nyamuk”. Aku membaca sebuah guratan
kekesalan dan kemarahan yang muncul spontan bahwa yang dikatakan itu
salah dan dia juga bisa jujur, tidak selamanya dia berbohong dan juga
membutuhkan kepercayaan.
Dan, aku percaya dia…ceritanya…perasaannya…pikirannya…
Sepiring
makanan yang aku pesan terasa tidak terlalu dinikmatinya dengan hati
tenang. Namun, dia mulai bercerita segalanya dengan raut wajah riang
tetapi hanya untuk menutupi kegelisahannya. Terkadang dia bercerita
begitu bersemangat. Sebenarnya telah sesak dadaku melihat ekspresinya,
ingin ku katakana kalau kau ingin menangis, menangis lah.
Ku
bujuk dia untuk kembali ke Asrama dan meninggalkan kebiasaan ini,
tetapi tak terlihat satu keyakinan dan janji pasti bahwa dia akan
sanggup meninggalkan aktivitasnya dan memilih untuk kembali ke Asrama
yang penuh aturan. Uang tabungannya selama ini sudah dihabiskan untuk HP
second yang baru saja dibeli tadi sore, tetapi malam itu sama sekali
tidak bisa dihidupkan lagi. Dia tidak tahu apa-apa, tidak bisa
memeriksa, tetapi uang 300 ribu telah melayang, entah akan kembali atau
tidak.
Telah banyak ku berkata, kawan sejawat ku ikut
menasehatinya tetapi sangat berat baginya untuk menyeimbangkan
perasaannya yang sebenarnya dengan kenyataan hidup yang dipilihnya.
Akhirnya, kami pulang dan ku susul langkah kaki kecilnya menuju pintu
gerbang sambil ku panggil namanya untuk yang terakhir kalinya. Saat
itulah kulihat matanya mulai berkaca-kaca dan terbendung air mata. Ku
usap bahunya, dan ku katakan perasaanku kemudian membiarkan dia pergi
kembali menapaki hidup yang telah dipilihnya. Ingin kulakukan banyak
hal, tetapi aku tidak bisa melakukan apa-apa karena ini pilihan hidup
yang telah diputuskannya. Dengan muka yang masih dipaksa untuk tersenyum
dia mengatakan, “terimakasih buk” dan langsung membalikkan badannya. Ku
langsung menoleh ke arah lain, tak kulihat ternyata dia mengusap air
matanya yang sudah tak tertahankan. Itu menjawab semua isi pikiran dan
perasaannya sebernarnya. Ku lepaskan dia pergi dengan sangat berat dan
perasaan lirih di hati, kembali pergi menapaki jalan raya itu….
Entah menuju kemana, tidur dimana, makan dimana, , ,
Aku tak tahu…
Aku hanya bisa menahan sesak di dada tanpa bisa melakukan apa-apa…
Selamat jalan adikku, semoga malaikat menjagamu…
Banda Aceh, 30 juli 2010 at 08.15 pm (MU café)
31 juli 2010
["dia kembali ke asrama jam 10 pagi sampai sekarang masih disana, subhanallah. trimakasih ya Allah. tdak sia2 pertemuan itu"]
No comments:
Post a Comment